Senin, 29 Juni 2015

Dialog Culture Activation From SNO to EVP



Apa arti dari Culture Activation ?
Culture Activation  merupakan program yang terkait dengan Human Capital Management (HCM). HCM secara umum memiliki 3 fokus utama, yaitu : 1. People Development, 2. Culture Development dan 3. Organization Development. Program People Development seperti (1) Work Life Integration/Balance (2) Talent Management (3) People Development (4) Learning Solution.  Program Culture Development, seperti : (1) Culture Activation, (2) Employee Volunteer Program (EVP), (3) Creative & Inovative Communication. Program Organization Development, seperti : (1) Early Retirement, (2) Dual Career Management,  (3) Support Business Portfolious
Culture Activation : From SNO to EVP ini masuk kategori Culture Development

Apa  arti SNO itu ?
SNO itu adalah singkatan Societal Need Orientation, yaitu suatu aktivitas bakti sosial/Action Learning Project (ALP)  selama 1 bulan  dari program Suspim 3 Reborn PT. Telkom. SNO dilaksanakan  setelah 1 minggu menerima materi kepemimpinan seperti (1) Driving Inovation, (2) Achievment Orientation, (3) Business Acumen, (4) Building Partnership, (5) People Development, (6) Wawasan Kebangsaan, (7) Business Leader, dan (8) Regulatory Compliance. Tujuannya adalah bagaimana meningkatkan sensitifitas sosial para pemimpin.

Suspim 3 Reborn ini mengadopsi konsep Suspim Internasional, bagaimana membangun pemahaman bisnis global melalui Global Mindset Inventory (GMI) ? GMI merupakan proses teruji dengan penelitian panjang oleh Mansour Javidan, Phd dari Thunderbird. School of Global Management. Melalui global mindset terbentuk global leader yang memiliki kemampuan cross culture yang baik untuk membangun Intangible asset seperti Intelectual Capital (IC), Physicological Capital (PC) dan Social Capital (SC). GMI mengedepankan pengetahuan sebagai sumber daya utama (Knowledge Based). Harapannya,  perusahaan digital (Digital Company) di era digital ditandai dengan perbandingan  Intangible Asset (IC, PC, SC) jauh lebih besar dari Tangible Asset seperti tanah, gedung dan mesin/alat produksi.
Untuk mewujudkan Intangible Asset (IC, PC, SC) tersebut, GMI menekankan 4 phase proses yang harus dilalui tahap demi tahap yaitu  (1)Learn, (2) Connect, (3) Experience dan (4) Coach.

SNO itu terletak di phase apa Pak ?
SNO ada di phase Learn. Bagaimana memahami masalah dan akar masalah yang ada di masyarakat ? Bagaimana menggali keinginan dan kebutuhan solusi agar keluar dari masalah tersebut ? Masyarakat atau warga komunitas diajak terlibat dan komit untuk bersama relawan menyelesaikan permasalahan tersebut. Setelah phase Learn dilanjut dengan phase Connect. Bagaimana menyatu dengan warga komunitas baik secara fisik maupun secara non fisik atau online. Disaat Connect inilah dibangun internal kohesi sesama warga komunitas sehingga terbangun ketertarikan dan keterikatan (Engagement) dari program aktivitas yang disepakati bersama dalam upaya mendapatkan pengalaman bersama (Experience). Untuk mengaktivkan inilah diperlukan relawan (volunteer) yang berperan sebagai Coach. Employee Volunteer Program (EVP) adalah suatu inisiatif mulia untuk mengembangkan warga komunitas (Community Development).

Apa yang melatarbelakangi Pak Jaspar membangun Rumah Pemberdayaan Masyarakat di Cipulus Cilengkrang, Kabupaten Bandung Jawa Barat ?
Ya, Bandung itu menarik, Jawa Barat itu menarik untuk diteliti secara sosial masyarakat. Survey kualitatif dengan data sekunder di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa 30% siswa tamatan SMP tidak melanjutkan sekolah atau putus sekolah. Data sekunder lainnya menunjukkan bahwa angka rata rata masa sekolah di Jawa Barat adalah sebesar 7,8 tahun. Hasil observasi dan wawancara di desa Cilengkrang di kaki gunung Manglayang, Kabupaten Bandung Jawa Barat menunjukkan bahwa sumber utama ekonomi rakyat desa Cilengkrang bersumber dari sumber daya alam (Resource Based). Tantangannya adalah bagaimana menggeser ekonomi rakyat dari Resource Based ke Knowledge Based. Peluangnya ada karena lokasinya menarik, dekat ke kota dan banyak universitas kelas dunia yang memiliki reputasi internasional sebagai sumber pendidikan, pengetahuan dan penelitiaan penyokong utama kemajuan masayarakat Indonesia. Disinilah peran relawan untuk memberdayakan masyarakat melalui  rumah pemberdayaan masyarakat sebagai laboratorium sosial untuk menggeser Resource Based ke Knowledge Based.

Apa yang menjadi Enabler sukses Culture Activation : From SNO to EVP ini ?
Enabler itu selalu dilihat dari pemahaman People, Proses dan Teknologi. Jika diteliti lebih jauh enabler ini harus menjawab 5W1H yang secara umum dikenal sebagai Why, What, When, Where, Who dan How. Diatas semua ini, harus tersedia 5W1H yaitu : 1. Wadah. Wadah inilah sebagai Rumah Pemberdayaan Masyarakat. 2 Warga, bagaimana agar warga mau terlibat dalam wadah ini ? 3. Wawasan. Wawasan apa yang harus diisi warga ? Wawasan akan menentukan arah dan visi masa depan 4. WiFi. Agar warga bisa masuk dalam masyarakat global, warga membutuhkan WiFi. Indihome adalah solusinya. 5. Waktu. Mesti ada komitmen baik dari sisi relawan maupun dari sisi warga untuk sama sama bertumbuh dan bergerak maju. Yang terakhir adalah Harapan. Aktivitas ini harus membawa harapan bagi warga komunitas untuk hidup yang lebih baik dimasa depan. Adanya Wadah, Warga, Wawasan, WiFi, Waktu dan Harapan menjadi faktor sukses sebagai Enabler  SNO to EVP ini.

Mengapa hal ini penting bagi pak Jaspar ?
Ya, ini penting dalam konteks transformasi saat ini tidak lagi cukup hanya mengeksekusi transformasi bisnis. Perusahaan dituntut memiliki kemampuan mengeksekusi transformasi bisnis sekaligus  dengan trasnformasi budaya secara simultan. Eksekusi kedua transformasi ini harus  berdampak langsung pada kinerja perusahaan. Sukses kedua transformasi ini sangat ditentukan oleh seluruh pemangku kepentingan dengan mendorong keterlibatan pelanggan, partner, supplier dan masyarakat global. Keterlibatan ini  mencakup ekosistem bisnis secara keseluruhan, mulai dari perencanaan produk/layanan sampai evaluasinya.

Bagaimana Pak Jaspar merumuskan strategi Community Development ini ?
Tidak kebetulan melalui SNO ini ada kesempatan mempelajari (Learn) kehidupan masyarakat desa yang tinggal di kaki gunung Manglayang. Disini dirumuskan strategi K@mus. K@mus adalah singkatan dari Knowledge @t Manglayang Universal School. Misinya : Menjadi pelopor pembaharuan, perdamaian, dan pemberdayaan anak putus sekolah, keluarga dan masyarakat global melalui sekolah online. Nilai nilai K@amus adalah : Knowledge, Attitude, Move on, Unity, Skill yang juga disingkat menjadi K@mus.

Bagaimana strategi formulasinya ?
Ada satu formula yang harus diuji secara jangka panjang (penelitian longitudinal), yaitu : Continuous Improvement (CI) = Learning Experience (LE) x Working Enviroment (WE). CI = LE x WE. Dimulai dengan eksplorasi/asses situasi saat ini (As Is), bagaimana posisi Learning Experience (LE) dan  Working Enviroment (WE) warga komunitas. Selanjutnya dirancang (To Be) seperti apa gambaran masa depan yang diharapkan  ? Bagaimana LE dan WE untuk 1, 3. 5. 10 bahkan 25 tahun kedepan ? K@mus sebagai wadah pemberdayaan masyarakat fungsi dari Knowledge, Attitude, Move on, Unity dan Skill disingkat K@mus. Tujuan dari pemberdayaan ini adalah peningkatan ekonomi rakyat.

Bagaimana prosesnya ?
Prosesnya adalah ketika anak putus sekolah maka akan dibina secara terbuka melalui Community Development. K@mus berperan sebagai Community Development melalui modernisasi kejar paket A, B, C dengan fasilitas WiFi, dimana Indihome sebagai solusinya. Knowlwdge @t Manglayang Universal School berperan sebagai mediatornya.

Sambil belajar, sambil bekerja. Bagaimana kepemimpinan dapat dikembangkan disini ?
Belajar dan Bekerja dengan Aman dan Nyaman adalah Budaya K@mus. Inilah dasar kepemimpinan yang dikembangkan di K@mus. K@mus Leadership Style berupaya menyeimbangkan prinsip Monitoring, Comamanding, Controlling (MCC) dengan prinsip Delegating, Empowering dan Supporting (DES) untuk memaksimalkan kepemimpinan secara holistik. MCC ini sangat erat hubungannya dengan transformasi bisnis sementara DES sangat erat hubungannya dengan transformasi budaya. Ketika kedua transformasi ini di eksekusi secara simultan maka harus dijaga keseimbangan antara prisip MCC dengan DES.

Continuous Improvement itu ibarat peribahasa “Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok" yang artinya kurang lebih tetesan air yang terus menerus jatuh ke batu maka lama kelamaan akan membuat lubang dalam batu itu.

Itu bukanlah hanya sebuah peribahasa tapi dalam kenyataan nya memang demikian mungkin kita sering melihat batu yang berlubang akibat sebuah air yang menetes terus menerus. padahal kalau kita pikir secara logika air yang sifatnya cair tidak akan mampu melawan batu yang begitu keras. tapi kalau tindakan itu dilakukan sekali saja tentu tidak akan ada pengaruh apa-apa, tapi kalau terus menerus (Continuous Improvement) pasti akan berakibat batu itu berlubang.

Apa maknanya ? Maknanya adalah Resiliensi, yaitu bagaimana meningkatkan  kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit ? Untuk ini perlu kesabaran, ketekunan, tekad, daya juang, pantang menyerah. Hikmatnya adalah jangan pernah menyerah apabila menemukan kegagalan, jangan menghakimi diri sendiri dengan kalimat tidak bisa sebelum kita mencoba, mencoba dan mencoba, karena sebuah keberhasilan akan terasa nikmat sekali setelah kita merasakan sebuah kegagalan. Putus sekolah bukan berarti putus harapan. Kehidupan ini jauh lebih berarti dari konsep dan teori yang ada didunia ini.

Cipulus Cilengkrang, 1 Juni 2015
Jaspar Hasudungan Manurung