Kamis, 13 Juni 2019

Leadership Startup Company



LEADERSHIP STYLE : From Start-up to Unicorn

(Apakah seorang start-up leader bisa terus sukses pada saat bisnisnya menjadi besar?)






Saat ini banyak start-up business yang sedang lahir dan tumbuh. Dan kadang-kadang ini menjadi ancaman tersendiri bagi business atau perusahaan yang sudah dewasa). Berarti perusahaan itu sedang   berada di phase yang berbeda beda. Ada perusahaan kecil yang masih start-up dan baru memulai, dan ada perusahaan  besar yang sudah "matured". Dan seringkali perusahaan yang start-up lama kelamaan bisnisnya akan sukses menjadi perusahaan yang besar. Pertanyaannya adalah ada styles yang berbeda untuk phase business yang berbeda? Apakah seorang leader start-up company bisa juga sukses menjadi seorang leader perusahaan yang matured? Bayangkan, apakah seorang leader dari start-up company (yang mungkin anak buahnya hanya 12) bisa menjadi leader sebuah perusahaan yang  besar (dengan 2000 karyawan dan revenue 12 juta dollar?).
Is it possible? Kalau mungkin, apakah dia harus menyesuaikan diri dan bagaimana? Pertanyaan menarik. 

Mari kita bahas  berbagai phase business dan leadership style yang dibutuhkan ....

Phase 1 (Start-Up)
Sebuah business akan dimulai dengan phase awal, start up. Pada phase ini peusahaan sedang sibuk mendesign sebuah product dan memperkenalkan kepada masyarakat. Berarti kita perlu seorang leader yang mampu mendengarkan customer, memprediksi apa yang diinginkan customer, mendevelop product, berexperimen, mencoba-coba, mengambil resiko, mengajak anakbuahnya untuk berexperimen, mengajak anakbuahnya untuk mengambil resiko dan mengijinkan anakbuahnya untuk melakukan kesalahan. (Kalau anak buah gak boleh salah, nanti mereka gak bereksperimen dan productnya gak akan pernah jadi).
Nah, itu tadi adalah leadership stye yang dibutuhkan di phase itu.

Phase 2, Growth
Pada phase ini, productnya sudah jadi dan mulai diterima oleh customer. Berarti fokus perusahaan sudah  berganti dari develop product menjadi sell product (jualan). Berarti style leadernya harus sales oriented, execution disipline dan sangat berfokus pada hasil). We need a strong executor. Penjualan menjadi fokus utama bagi perusahaan. Di sinilah kita harus mulai mengerti bahwa leader (atau leadership style) yang diperlukan berbeda beda untuk setiap phase bisnis yang berbeda.

Phase 3: Matured

Pada saat businessnyap sudah tumbuh dan menjadi "dewasa", berarti productnya sudah jadi, customernya banyak, dan angka penjualan sudah tinggi. Apakah yang menjadi focus berikutnya? Keuntungan ! Profit!
Berarti leader di sini harus mampu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Caranya bagaimana? Dengan mengontrol secara serius semua pemasukan dan pengeluaran. Dengan sangat logis, menganalisa data, dimana saja sumber pemasukan, di mana saja sumber pengeluaran, dan bagaimana mengoptimasikan profit.
Dengan memotong cost yang tidak perlu dan membuat perusahaan lebih efficient. Di sinilah biasanya terjadi masalah, karena pemilik modal mulai tidak sabar dan menagih kepada start-up company dan menanyakan,"Mana profitnya?" Dan ternyata beberapa leader start up company tidak mampu menjawab itu (tidak mampu mendatangkan profit). Seringkali ini terjadi karena leadernya adalah orang yang jago menciptakan product dan bukan orang yang jago mendatangkan keuntungan (remember. they are 2 different things!).

Hal ini seringkali terjadi apabila leadernya tidak mampu mengubah stylenya dari satu style ke style lain. Dan ini yang mungkin terjadi:
- perusahaan melangkah dari phase start-up ke growth, tapi leadernya masih aja focus ke design. 
When you are in start-up, your customers accept your product already, forget about the design, focus on the sales. Kalau leadernya gagal move on yang akan terjadi adalah productnya makin lama makin bagus, tapi jualannya gak naik naik. Nah pada phase Start-Up kita memerlukan seorang Innovator, tapi pada phase Growth kita membutuhkan seorang salesman.  Seorang leader yang baik harus mampu menyesuaikan diri dari satu leadership style ke style berikutnya. Itulah makanya ada banyak perusahaan yang memutuskan untuk mengganti leadernya dari satu phase ke phase  berikutnya. Kadang yang nggak ngerti akan nanya, "Leader bagus kok diganti mengapa?" Mungkin leadernya bagus tapi dia adalah seorang innovator sejati (yang jago bikin product dan gak jago jualan!).

Atau sebuah perusahaan sudah move dari phase growth ke matured. Berarti jualannya sudah tinggi, nah sekarang berarti fokus berikutnya adalah mencari keuntungan yang tinggi.  Ingat biasanya pemilik modal  berinvestasi pada banyak project, dan hanya sebagian kecil yang  berhasil, ide inovative lain banyak yang gagal di pasar (itu sudah menjadi aturan tak tertulis kalao berinvestasi di star up). Maka harapan mereka pada product yang  berhasil juga tinggi, artinya product ini diharapkan menghasilkan keuntungan setinggi tingginya. Nah kadang kadang ada juga tuh leader yang jago jualan, tapi gak bisa mendapatkan untung yang banyak? Mengapa? Karena keuntungan sama dengan pendapatan dikurangi pengeluaran. Ada yang jago jualan banyak, tapi cost nya juga tinggi banget (operasional cost, marketing, iklan, gaji karyawan ... dll) sehingga keuntungannya kecil. Di sini fokusnya harus pada memaksimalkan pendapatan dan meminimalkan pengeluaran. Makanya kita perlu seorang "controller" yang  baik. Dan tugas seorang controller selain mendatangkan keuntungan yang maksimal adalah juga menjaga long-term success of the  business. Bagaimana bisnisnya bisa berjalan selama mungkin.

Sayangnya, sehebat apapun productnya , biasanya lama kelamaan angka penjualan akan menurun karena trend yang berganti. Lihat contoh contoh di bawah ini:
- maskapai penerbangan turun pendapatannya karena ada budget airlines
- perusahaan minyak turun pendapatannya karena trend lingkungan hidup yang berkembang di Eropa dan Amerika
- taxi yang turun pendapatannya karena adanya taxi online
... dll
Jadi mau gak mau kita akan memasuki phase  berikutnya , phase Decline ....

Phase 4: DECLINE (menurun)
Suasana di sini sangat challenging. Terutama karena motivasi para karyawan sedang turun (seiring dengan turunnya business performance). Para karyawan resah, harga diri mereka tertampar dan pride mereka  berada pada posisi rendah. Mengapa? Karena  mereka  merasa dulunya jagoan dan ternyata sekarang mereka turun. Harus ditangani dengan hati hati dan serius. Kalau enggak bisa bahaya dan mengikuti nasib Kodak atau Nokia Phones. Terus gimana dong? Leadership Style apa yang dibutuhkan? ENERGIZER! Seseorang yang mampu mengembalikan energy, spirit , confidence dan teamwork seluruh karyawan. Seorang leader yang mampu....
- mengingatkan bahwa ini dulunya adalah perusahaan yang hebat dan akan kembali hebat lagi
- mengajak seluruh karyawan untuk men-challene status quo
- mengajak seluruh karyawan untuk mencari ide ide  baru
- mendorong (dan menghargai) seluruh karyawan untuk  bereksperiman (dan mencoba coba)
- mengijinkan karyawan untuk melakukan kesalahan (pada saat mereka  berexperimen), ingat kalau mereka takut salah mereka tidak akan mencoba (tentu saja saya ngomong tentang kesalahan yang dihasilkan dari niat yang baik, kalau niatnya jelek seperti korupsi ya nggak boleh ditolerir)
- seorang leader yang mampu memotivasi karyawan-karyawannya meskipun di masa masa sulit sekalipun

Di sinilah pentingnya peran seorang "energizer" dalam menaikkan motivasi karyawan, mendorong inovasi di perusahaan, dan meningkatkan performance bisnis perusahaan.

Sekarang sudah jelas kan, bahwa perusahaan membutuhkan leader yang  berbeda style nya di phase business yang berbeda beda (start up, growth, mature dan decline). Dan jawaban dari pertanyaan di atas, apakah seorang leader dari sebuah start up business mampu terus sukses pada saat perusahaannya sudah mature?
Jawabannya iya, dia akan mampu, asalkan dia menyadari bahwa dia harus mengubah leadership stylenya.

Jadi sebagai ringkasan, inilah phase business yang berbeda dan leadership style yang diperlukan ....

During start-up, you need an "entreprenneur" (seorang explorer, suka berexperiment, mengambil resiko, mengijinkan kesalahan, dan men-support anakbuahnya)
During growth pase, you need an "executor" (sangat  berorientasi pada hasil, execution disiplinnya tinggi, serius dan productive)
During maturity phase, you need a "controller" (yang berorientasi pada  keuntungan, sangat fokus pada analisa data, sangat logis dan sangat teliti)
Before your business decline, you need create a new team lead by an "energizer" (sangat terbuka, informal, adaptive dan motivating)
Then your business should run in parallel, where you will have revenue from "matured" business (which you cannot avoid that one day , it will decline), and from your "new" business (which hopefully the revenue will increase aggressively and compensating or even bypassing your decline of revenue from your matured business)

Pertanyaan bagi perusahaan adalah, di mana phase business anda, apakah anda mempunyai leader yang style nya cocok, atau bisakah dia beradaptasi dengan berbagai phase business.



Pertanyaan bagi kita sebagai individu adalah apakah leadership style kita yang paling dominan (entreprenneur, executor, controller atau energizer)? Dan apakah kita bisa  beradaptasi dari satu style ke style yang lain sebagaimana dibutuhkan oleh perusahaan?https://youtu.be/OQ1eZytw9IE